Penulis: Nanda Vico Saefullah Hakim
Peserta Magang CELCJ FH UI 2025
Pada tanggal 12 November 2024, Pengadilan Banding di Den Haag, Belanda, mengeluarkan putusan penting terkait gugatan perdata masyarakat (PMH) terhadap perusahaan minyak dan gas bumi Shell. Putusan ini menegaskan kewajiban Shell untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 45% pada tahun 2030 dibandingkan dengan tahun 2019, yang mencakup emisi Scope 1, 2, dan 3. Untuk mendalami implikasi putusan ini terhadap hukum lingkungan dan tanggung jawab korporasi dalam perubahan iklim, Fakultas Hukum Universitas Indonesia melalui Centre Environmental Law and Climate Justice (CELCJ FHUI) mengadakan diskusi terbuka yang dihadiri secara luring dan daring. Diskusi ini menghadirkan narasumber yang berkapabilitas dalam topik ini, yakni Zefanya Albrena Sembiring, S.H., LL.M. (Peneliti CELCJ FH UI) sebagai pemantik dan Prof. Dr. Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M. (Guru Besar FH UI dan Direktur CELCJ FH UI) sebagai penanggap yang membahas secara mendalam aspek hukum dan dampak putusan tersebut.
Putusan banding ini merupakan kelanjutan dari putusan pengadilan distrik Den Haag tahun 2021 yang menyatakan Shell melanggar kewajiban hukum di bawah Pasal 6:162 KUH Perdata Belanda dan hak asasi manusia dalam konvensi HAM Uni Eropa. Dalam putusan banding, pengadilan menegaskan bahwa Shell diwajibkan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 45% pada tahun 2030 dibandingkan dengan tahun 2019. Ruang lingkup pengurangan emisi ini meliputi emisi langsung (Scope 1), emisi tidak langsung dari energi yang dibeli (Scope 2), serta emisi dari rantai pasok dan penggunaan produk (Scope 3). Putusan ini menjadi preseden penting dalam litigasi perubahan iklim global, menegaskan bahwa perusahaan korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kontribusi mereka terhadap perubahan iklim. Hakim menggunakan standar “unwritten standard of care” yang menggabungkan hukum perdata dan hak asasi manusia untuk memperluas tanggung jawab korporasi dalam konteks perubahan iklim.
Sebagai pengantar Zefanya Albrena Sembiring, S.H., LL.M., memaparkan latar belakang dan poin-poin utama putusan serta dampaknya terhadap hukum lingkungan, dan Prof. Dr. Andi Gunawibisana SLM, selaku Guru Besar Fakultas Hukum UI dan Direktur CLCJ FHUI, yang memberikan analisis mendalam mengenai aspek hukum dan implikasi putusan bagi litigasi perubahan iklim di masa depan. Diskusi ini menyoroti bagaimana putusan ini membuka babak baru dalam pertanggungjawaban korporasi terhadap perubahan iklim, sekaligus menegaskan pentingnya peran hukum dalam mendorong perusahaan untuk bertindak lebih bertanggung jawab secara lingkungan.
Meskipun putusan ini berlaku di Belanda, dampaknya bersifat global karena menjadi contoh bagi litigasi perubahan iklim di negara lain, memperkuat posisi aktivis lingkungan dan masyarakat sipil dalam menuntut tanggung jawab korporasi, serta mendorong perusahaan multinasional untuk menyesuaikan kebijakan dan target pengurangan emisi mereka secara lebih ambisius. Di Indonesia, putusan ini menjadi referensi penting bagi pengembangan hukum lingkungan dan litigasi perubahan iklim, serta mendorong dialog lebih luas mengenai peran korporasi dalam mitigasi perubahan iklim.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia berkomitmen untuk terus mengawal perkembangan hukum lingkungan dan perubahan iklim melalui riset, pendidikan, dan diskusi publik. Putusan banding Shell ini menjadi momentum penting untuk memperkuat kesadaran dan aksi kolektif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global.