Pernyataan Sikap CELCJ FH UI terhadap Kriminalisasi Masyarakat Adat Tempatan Pulau Rempang

Melalui Laporan Polisi Nomor: LP-B/686/XII/2024/SPKT/Polresta Balerang/Polda Kepri (Laporan Polisi), Kepala Kepolisian Resor Kota Barelang telah menetapkan 3 (tiga) orang Masyarakat Adat Pulau Rempang–yang sedang memperjuangkan hak lingkungannya–menjadi tersangka atas dugaan merampas kemerdekaan seseorang dalam Pasal 333 KUHP. Namun, penetapan ini mengandung kejanggalan. Pada 17 Desember 2024, karyawan PT Makmur Elok Graha (PT MEG) merusak poster dan selebaran yang dipasang oleh warga sebagai bentuk protes terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Merespon tindakan karyawan tersebut, warga menghubungi Polsek Barelang untuk mengamankan situasi. Tidak berselang lama, Tim Keamanan PT MEG justru menyerang warga dan merusak sejumlah fasilitas desa. Alhasil, beberapa warga yang juga terdiri dari anak berusia 12 tahun mengalami luka-luka akibat bentrokan yang terjadi. 

Ketika polisi tiba, Polsek Barelang justru menetapkan 3 (tiga) Masyarakat Adat Rempang sebagai tersangka tanpa ada alasan. Ketiga tersangka ini adalah Siti Hawa atau Nenek Awe (67 Tahun), Abu Bakar alias Pak Aceh (54 Tahun), dan Sani Rio (37 Tahun). Mereka ditetapkan sebagai tersangka karena dinilai telah merampas kemerdekaan dari karyawan PT MEG yang telah melakukan perusakan terhadap baliho dan poster penolakan dari warga setempat. 

Setelah memperhatikan kronologi dan penetapan tersangka oleh Kepolisian Balerang, Center for Environmental Law and Climate Justice FH UI menganggap tindakan kepolisian tersebut sebagai upaya kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup dan oleh karena itu dapat dikategorikan sebagai sebuah SLAPP (Strategic Litigation against Public Participation). Oleh karena itu, penetapan tersangka tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009 (UU Lingkungan) sehingga Kepolisian harus memberhentikan proses penyidikan segera. 

Pasal tersebut mengatur bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Dalam penetapan tersangka di atas, ketiga tersangka merupakan Masyarakat Adat setempat yang sedang menyuarakan dan memperjuangkan hak atas lingkungan hidup karena adanya sebuah PSN yang berpotensi mengakibatkan hilangnya ruang dan tanah ulayat milik Masyarakat Adat setempat. Dalam kasus ini, perbuatan memperjuangkan lingkungan hidup ini tampak dalam penyampaian pendapat yang ketiga tersangka lakukan secara tertulis di muka umum. Komunikasi ini dilaksanakan dalam bentuk membuat poster tertulis dan selebaran berisi penolakan yang ditujukan kepada kementerian dan lembaga yang terkait penyelenggaraan PSN Rempang Eco-City. Selain itu, kualifikasi dan motif dari ketiga tersangka dalam membuat poster dan selebaran tersebut semata-mata untuk mempertahankan hak atas ruang hidup dan tanah leluhurnya melalui pemenuhan hak prosedural mereka, yakni mendapatkan akses informasi, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan akses terhadap peradilan.     

Dengan demikian, menyikapi penetapan tersangka terhadap 3 (tiga) orang Masyarakat Adat Tempatan Pulau Rempang yang sedang mempertahankan hak atas lingkungan hidupnya, kami Pusat Studi Hukum Lingkungan dan Keadilan Iklim (atau Center for Environmental Law and Climate Justice) Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, di Depok, pada tanggal 12 Februari 2025, menyatakan sikap sebagai berikut dan secara kolektif menyerukan: 

  1. Penetapan ketiga tersangka tersebut merupakan sebuah tindakan SLAPP terhadap pejuang lingkungan hidup yang sedang menyuarakan penolakan terhadap PSN Rempang Eco-City; 
  2. Mendesak Kepala Kepolisian Resort Kota Barelang dan Penyidik yang menangani perkara tersebut untuk mencabut penetapan tersangka atas nama Siti Hawa (Nenek Awe), Sani Rio dan Abu Bakar (alias Pak Aceh); 
  3. Mendesak agar Negara memenuhi kewajibannya untuk melindungi Hak Asasi Manusia dalam hal ini adalah hak atas lingkungan yang baik dalam Pasal 28H UUD NRI 1945 dan juga hak pejuang lingkungan hidup dalam Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009. 
  4. Mengutuk keras tindakan kekerasan dan kriminalisasi terhadap Masyarakat Rempang baik Aparat Penegak Hukum. 
  5. Mendesak agar Negara menyediakan jaminan keamanan bagi warga di Pulau Rempang selama masyarakat setempat mengekspresikan penolakan terhadap Proyek Rempanag Eco-City sebagai bagian dari hak dasar untuk menyatakan pendapat.  

 

Rabu, 12  Februari 2025 

 

CELCJ FH UI